Workshop Penetapan Standar Pesantren Indonesia: Langkah Strategis Transformasi Menjawab Tantangan Global

Rabithah Ma’ahid Al-Islamiyah (RMI) PBNU dengan dukungan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PBNU menggelar Workshop bertajuk Penetapan Standar Pesantren Indonesia. Kegiatan yang berlangsung di Komplek Widya Chandra dan di Kantor PBNU, Senin (24/2) ini dihadiri oleh para kiai, nyai, serta tokoh pesantren dari berbagai daerah dengan tujuan menyusun draft standar pesantren yang menjadi acuan transformasi kelembagaan pesantren Indonesia khususnya pesantren Nahdlatul Ulama (NU).

Dalam pembukaan diskusi, Ketua RMI PBNU, Hodri Ariev menegaskan pentingnya rumusan standar pesantren yang tidak hanya berorientasi pada pelestarian tradisi (turos), tetapi juga mampu merespons tantangan global. “Pesantren sering dianggap berada di pinggiran dalam diskursus pendidikan nasional. Maka, transformasi ini penting agar pesantren tetap relevan dan memiliki standar yang dapat diakui secara nasional maupun internasional,” ungkapnya.

Lima pilar utama yang menjadi fokus dalam penyusunan standar pesantren meliputi:

  1. Pengasuhan Santri yang menekankan peran pengasuh dalam pembentukan karakter santri.
    2.Kurikulum untuk memastikan integrasi antara kurikulum berbasis kitab kuning dengan sistem pendidikan nasional.
  2. Tata Kelola dan Kelembagaan demi meningkatkan efektivitas manajemen dan administrasi pesantren.
  3. Sumber Daya Manusia sebagai poin utama untuk mengembangkan kapasitas SDM. 5. Infrastruktur serta fasilitas pesantren agar sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Ditambahkan Kiai Hodrie, selain keempat pilar, juga penting standar kompetensi bagi lulusan pesantren. Ia menegaskan bahwa lulusan pesantren harus memiliki pemahaman mendalam tentang Ahlusunnah wal Jamaah an-Nahdliyah, mampu membaca Al-Qur’an dan kitab kuning, serta memiliki keterampilan kepemimpinan dan kecintaan terhadap tanah air.

Keberagaman model pesantren, baik salafiyah, modern, maupun perpaduan, harus diperhitungkan dalam penyusunan standar ini. “Standar minimal perlu dibuat agar santri yang mondok tidak hanya sekadar tinggal di pesantren, tetapi benar-benar memperoleh ilmu dan kompetensi yang dapat diimplementasikan,” jelasnya.

Dalam sesi pembahasan kelembagaan, Sekretaris Lakpesdam PBNU, Ufi Ulfiah menekankan pentingnya struktur kelembagaan yang solid agar pesantren dapat bertahan dalam perubahan zaman. “Perlu ada sistem tata kelola yang jelas, mulai dari zonasi asrama hingga sistem keuangan yang transparan,” katanya.

Sebagai bagian dari upaya transformasi, forum juga membahas rencana pelatihan bagi pengasuh pesantren guna meningkatkan kapasitas kepemimpinan dan manajerial pesantren. Kegiatan workshop kali ini merupakan arahan dari Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf yang ditindaklanjuti oleh lembaga terkait.

Bagikan